Belajar Sains Berbahasa Inggris ala SD Muhammadiyah Manyar Gresik, Why Not?

Jum'at, 11 Desember 2020 13:16 WIB   Prodi Pendidikan Bahasa Inggris

Sains sering menjadi momok pelajaran yang sulit. Dalam suasana pandemi COVID-19, pelajaran ini pun harus disampaikan menggunakan moda dalam jaringan (daring). Masih pula harus disampaikan dalam Bahasa Inggris. Semakin sulit bukan?
 
Tapi tidak demikian bagi siswa SD Muhammadiyah Manyar, Gresik. Setidaknya demikianlah kesan yang ditangkap dalam observasi virtual yang dilakukan oleh peneliti dari Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Rina Wahyu Setyaningrum.  “Saya menemukan pengalaman menarik ketika mengikuti pembelajaran daring di SD Muhammadiyah Manyar ini, yaitu pembelajaran virtual secara sinkron yang dilaksakan dalam waktu 30 menit saja,” tutur mahasiswa Program Doktoral Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini yang masuk kelas (sit-in) virtual bulan lalu. 
 
Rina mengamati bagaimana Reza Dwi Anistawati mengajarkan Sains di kelas 1 secara atraktif walau dilakukan secara virtual. Sejak awal dimulainya kelas, nuansa internasional sudah kental ditunjukkan oleh guru yang akrab disapa ustadzah Rere ini. “Okay kids, are you ready for the second subject for today? It’s Science,” sapa Rere yang spontan direspon respon dengan menggunakan bahasa Inggris nyaris berteriak bersama, “Yes, ready Us!”. Lalu dialog mengalir di antara mereka, dengan pancingan kata-kata pendek seperti science, tiger, dan yellow book.
 
Selama 30 menit tersebut,  Rere mengatur kegiatan dengan lima menit pembukaan dan pengondisian kelas, lima menit apersepsi dan dilanjutkan dengan presentasi guru dan siswa. Dalam pembelajaran ini, siswa dilibatkan langsung dalam pembelajaran dengan aktivitas yang telah disiapkan. Memang tidak mudah baginya memanfaatkan waktu yang singkat untuk mempelajari materi secara utuh. Namun dalam pembelajaran daring dengan pebelajar anak-anak, waktu screening perlu dipertimbangkan untuk menjaga kesehatan, terutama mata, dan mempertahankan konsentrasinya. “Ini sudah sesuai dengan permintaan orangtua dan disetujui oleh Bapak Kepala Sekolah. Oleh karena itu, moda asinkron ditambahkan dengan mengirimkan materi pembelajaran berupa video untuk dipelajari sebelum pembelajaran sinkron,” jelas Rere yang juga alumnus program studi Pendidikan Matematika UMM ini. 
 
Sejak begabung dalam Cambridge Assessment International Education selama hampir satu dekade, pembelajaran Sains dan Matematika diajarkan dengan menggunakan bahasa Inggris. Saat ini pembelajaran juga sudah dimulai sejak awal, yaitu dari kelas 1 SD. “Hal ini menunjukkan bahwa semangat pembelajaran abad 21 dan cita-cita untuk memberikan lingkungan yang mendukung siswa untuk mendapatkan kesempatan berkomunikasi dalam bahasa internasional menarik orangtua untuk memepercayakan pendidikannya pada sekolah ini,” kata Rina.
 
Sepanjang pengamatannya, Rina melihat bagaimana Rere memulai dengan memutar video tentang Senses yang telah ia kirimkan kepada siswa melalui orangtua, namun sebagian besar dari mereka belum menontonnya. Video ini ia buat sesuai dengan kebutuhan siswa, dalam bahasa Inggris. Begitu video selesai diputar, iapun meminta siswa mengaktifkan mikrofon, “Okay, turn on your microphone. What is the video about? Tentang apa ya tadi videonya?,” tanyanya. Kontan dijawab dengan beberapa kata yang berbeda seperti body, chin, dan hands. Kemudian salah satu diantaranya bertanya, “What page ustadzah?” yang menandakan bahwa rutinitas berikutnya adalah belajar dari buku Science mereka. Ustadzah Rere pun memberikan instruksi “Let’s move to the book, open page thirty-eight.” Salah satu siswa pun mengulanginya dengan pertanyaan dalam bahasa Indonesia, “Tiga puluh delapan?” dan dilanjutkan dengan dialog baik menggunakan bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia.
 
Rere memberikan penekanan pada literasi bahasa Inggris. Penekanannya adalah pada pengenalan istilah secara khusus dalam Sains dan istilah umum dalam bahasa Inggris yang digunakan sehari-hari. Ia membacakan judul dari materi yang diajarkan dan siswa diberikan kesempatan belajar membaca dan memahami isi dari apa yang dibacanya. Sesekali ia membetulkan pengucapan dan memberikan arti dalam bahasa Inggris. Dalam menjawab pertanyaan yang ada dalam buku, ia menuliskan jawaban yang disampaikan oleh siswa dan mereka menyalin tulisan yang ditulis oleh Rere yang terlihat pada layar yang sudah dibagikan. Dari tempat belajar masing-masing, siswa diberikan kesempatan berdialog dengan guru, teman, maupun pendampingnya.
 
Dengan sengaja mikrofon Zoom diposisikan unmute agar guru dapat melakukan kontrol pada apa yang dilakukan siswa. “Apa yang dilakukan oleh ustadzah Rere ini merupakan strategi Dialogic Reading yang mengedepankan praktek membaca dengan buku bergambar dan melatih kemampuan membaca dan kerampilan berbahasa lainnya,” terang Rina.
 
Pertanyaan yang dilontarkan pun dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Ketika dalam buku ada pertanyaan What is the girl doing? Which sense organ is she using? Salah satu siswa menjawab “menciumi bunga.” Kemudian ustadzah Rere menegaskan ”What is it in English?” salah satu siswapun langsung menjawab dengan riangnya, “Smelling the flowers,”
 
Pada kesempatan lain, Rere melibatkan siswa dengan memintanya mencari benda yang ada di sekitarnya untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan. Misalnya pada materi Living Things, ia meminta siswa untuk menunjukkan benda apakah yang ada untuk dipresentasikan. Dengan konsep ini, ustadzah Rere menceritakan tentang Living Things yang dipresentasikan siswa seperti tanaman, kucing, ayam, burung, dan ikan. Bahkan ada yang menggandeng neneknya untuk ditunjukkan dan dipresentasikan “This is my grandmother. It is a living thing”. 
 
Evaluasi selama proses pembelajaran dan dengan melihat hasil kerja siswa yang dikirimkan kepada mereka melalui orangtua setiap dua minggu sekali. Pengiriman lembar kerja kepada siswa agar siswa mempunyai kesempatan mengenal lebih banyak kosa kata dan istilah yang digunakan pada materi tertentu. Selain itu, pengalaman menulis pada lembar kerja merupakan titian berpikir siswa sehingga pegalaman literasi dapat dari membaca dan menulis dalam bahasa Inggris dapat mereka gunakan dalam kesempatan belajar yang lain. 
 
Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Manyar, Ahmad Faizun, menjelaskan awalnya pembelajaran daring dilaksanakan mulai secara full mulai jam 07.30 – 11.15 WIB. Namun atas permintaan orangtua melalui Ikatan Wali Murid (Ikwam), dilakukan pemendekan jam pembelajaran secara sinkron serta mengurangi jumlah pertemuan secara sinkron. “Pelaksanaan pembelajaran Cambridge Science yang menggunakan bahasa Inggris diperpendek menjadi 30 menit dengan konsekuensi pada kerativitas guru dalam menyampaikan materinya,” ungkapnya. 
 
Menurut Rina, pembelajaran dari rumah yang telah dilakukan oleh ustadzah Rere ini dapat menjadi inspirasi bagi guru lainnya selama pandemic COVID-19. “Tantangannya tidak hanya pada bagaimana mengajarkan konsep tapi bagaimana ia menginternalisasikan penggunaan bahasa Inggris dalam pembelajaran. Ia sudah menjawab tantangan itu dengan baik,” pungkasnya. (rin/ed_raf)
 
Rina Wahyu Setyaningrum, M.Ed mengamati kelas daring pembelajaran Sains berbahasa Inggris di SD Muhammadiyah Manyar Gresik.
Shared: