“Universitas adalah salah satu tempat terbaik untuk belajar. Kenali diri kalian, lihat, dengar, rasakan di sekitar dan temukan passion kalian”. Itulah sekelumit pesan yang disampaikan oleh Novia Debi Wicaksono atau akrab disapa Ebi.
Alumnus Prodi Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2008 ini kini disibukkan dengan aktivitasnya sebagai Program Officer di Yayasan Literasi Anak Indonesia. Ia kini sedang mengerjakan program penelitian dengan “INOVASI” untuk anak sekolah Indonesia yang merupakan sebuah program peningkatan pendidikan literasi dan numerasi untuk sekolah dasar, kemitraan pemerintah Australia dan pemerintah Indonesia.Pemuda jangkung ini kini mengabdi di kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timurdan ia melakukan penelitian untuk peningkatan membaca dengan metode “Membaca Berimbang” untuk kelas rendah di sekolah dasar di kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Sumba adalah sebuah pulau kecil di provinsi Nusa Tenggara Timuryangdidominasi oleh padang savana dan daerah perbukitan.
Lebih jauh, pemilik akun instagram @wicaksonova ini bertutur, Indonesia Timur adalah kombinasi antara keindahan alam dan manusia nya. Potensi sumber daya alam nya sungguh luar biasa pun begitu dengan potensi sumber daya manusia nya di masa depan. Namun, kesenjangan di Indonesia timur masih dirasakan sepertiinfrastruktur pendidikanyang belum memadai. Meski demikian, ia bersyukur karena saat ini pemerintah sedang berusaha membangun Indonesia dari daerah 3T khususnya Indonesia Timur.Kecintaannya dengan Indonesia timur bermula ketika iamendapatkan kesempatan menjadi pengajar muda program Indonesia Mengajar selama satu tahun. Ebiditempatkan di kabupaten Majene, provinsi Sulawesi Barat. Selama setahun, Ebimenjadi fasilitator peningkatan pendidikan di daerah sekaligus menjadi guru di salah satu sekolah dasar di sana. Pengalaman selama setahun membuatnyamelihat realita Indonesia secara utuh dan tanpa sekat. Setelah selesai mengikuti program, ia memutuskan untukmendedikasikan diri untuk berbagi, tinggal dan belajar di Indonesia timur dalam bidang peningkatan pendidikan.
Selain itu, yang menjadi motivasi utamanya untuk mengabdi di Indonesia Timur, adalah karena ia merasakan ketimpangan dalam pendidikan yang terjadi di daerah-daerah Indonesia Timur. Hal inimembuatnyaingin menjadi bagian dari sebuah agen perubahan. Jika mayoritas manusia memilih untuk mencari kenyamanan dalam pekerjaan nya, iamemilih untuk keluar dari “zona nyaman” dan mencari kebahagiaan dari apa yang sedang iakerjakan untuk kemajuan pendidikan di republik ini. Ia juga sangat mencintai dunia pendidikan dan hak-hak anak untuk mendapatkan kesetaraan dalam akses pendidikan yang berkualitas tanpa memandang status sosial, gender, suku dan ras.
Kendati demikian, tantangan dan hambatan besar acapkali ia rasakan di tempat ia mengabdi. Salah satu tantangan terbesar adalah faktor geografis. Sebagian besar wilayah di Indonesia Timur memiliki topografi yang berbeda daripada pulau Jawa. Misalnya jarak sekolah dengan perkampungan atau pemukiman penduduk yang jauh. Siswa dan siswi harus berjalan puluhan kilometer untuk menuju sekolah dan sesampainya di sekolah kadang juga pembelajaran tidak bisa dilakukan karena tingkat ketidakhadiran /absensi guru yang sangat tinggi disana. Selain itu, tingkat ketidak kehadiran guru yang tinggi di beberapa daerah di Indonesia Timur juga sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran para peserta didik,khususnya di tingkat sekolah dasar dimana sebuah pondasi manusia dewasa sedang dibangun. Kemudian, kualifikasi guru yang rendah juga mempengaruhi komponen dalam penyampaian kurikulum pembelajaran. Lebih lanjut, ia mengibaratkan “sebagus-bagus nya mobil jika seorang pengemudi belum mempunyai kualifikasi mengemudikan mobil maka tidak akan maksimal juga laju dari mobil tersebut”.
Pengalamannya yang paling berkesan ketika mengabdi di Indonesia Timur adalah merasakan toleransi di sana. Saat ituiatinggal di pulau Flores yang mayoritas penduduknya adalah penganut Katolik. Dalam sebuah acara adat di sekolah, iaadalah seorang Muslim satu-satunya di desa itu. Seorang kepala sekolah berkata kepadanyajika sekolah sudah mempersiapkan masakan ayam goreng khusus untuknyayang dijamin halal karena disembelih oleh seorang Muslim dan diolah dengan benar. Dari situ iaberpikir jika toleransi itu memang ideal nya tidak untuk dipelajari namun harus dirasakan.
Jiwa pengabdian dan petualang Ebi yang luar biasa sebenarnya sudah terlihat semenjak ia mengenyam pendidikan di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Malang. Beberapa kali ia terjun langsung menjadi sukarelawan. Ia tercatat aktif dalam pergerakan “Save Street Child Malang Indonesia” dan sebagai founder “Hiking for Charity Indonesia”. Ia juga pernah mengikuti program pertukaran pelajar yang diinisiasi oleh ASEAN Youth Exchange Programdi Thailand. Program ini bertujuan untuk menjembatani pemuda dari kedua negara, Indonesia dan Thailand,untuk berinteraksi dan bertukar budaya. Selan itu,iaterjun langsung dalamkerja sosial untuk membantu korban banjir di sana.Di Brunei Darussalam, ia juga pernah menjadi wakil Indonesia dalam ASEAN Youth Volunteer Program yang diinisiasi oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Brunei Darussalam. Program ini bertujuan untuk mempertemukan para aktivis sosial di bidang nya masing-masing untuk bersama-sama mewujudkan blueprint tentang kepemudaan dan kerelawanan di kawasan Asia Tenggara.Tak hanya di situ saja, prestasi terus ia torehkan dengan keikutsertaannya di program “Youth for Climate Camp Indonesia” tahun 2012 dan sebagai guest teacher di “AIESEC Indonesia Cultural Internship Program Indonesia-Taiwan”.
Ketika ditanya, apa yang menjadi target selanjutnya. Pria asal Sidoarjo ini mengungkapkan iaingin terus bekerja untuk kemajuan pendidikan di Indonesia dengan melakukan kerja kolaborasi bersama pemerintah dan sektor swasta.Jiwa petualang Ebi nampaknya masih akan terus melekat kuat dalam dirinya. Dan suatu hari, pemuda yang juga aktif tergabung dalam program “Buku bagi NTT” ini ingin menginjakkan kaki di Finlandia. “Saya ingin tinggal dan belajar selama beberapa tahun di sana.Saya ingin “mencuri” resep sistem pendidikan terbaik di dunia kemudian kembali ke Indonesia Timur untuk berkarya”, tutupnya.(tys)
Ebi dengan rekannya sedang mengajar anak-anak usia sekolah dasar di Indonesia Timur.
Ebi berpose dengan anak-anak didiknya usai kegiatan mengajar.