Malang (25/11/2023). Perkembangan pembelajaran bahasa inggris di suatu daerah sangat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural yang ada. Keadaan inilah yang menarik dibedah oleh dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris UMM lulusan S3 Curtin University, Australia (2016), Prof. Dwi Poedjiastutie, M.A., PhD dengan menerbitkan jurnal “Socio-Cultural Challenges Of English Teaching In Remote Areas Of Indonesia” di TEFLIN (The association of Teaching English as a Foreign Language in Indonesia) yang sudah terindex Scopus Q1, Januari 2021 lalu.
Prof. Dwi Poedjiastutie, M.A., PhD saat ikuti rangkaian International Conference
Puji sudah menerbitkan lebih dari 20 jurnal penelitian dan sekaligus menjadi pembimbing mahasiswa yang akan menulis jurnal. Ketika meninjau topik yang banyak dibedah oleh mahasiswa, puji berinisiatif untuk membedah tuntas problematika tersebut. Ia melangsungkan penelitian di Pulau Pemana, Flores, Nusa Tenggara Timur yang merupakan salah satu daerah terpencil dan sedang menghadapi banyak tantangan dalam pembelajaran bahasa Inggris. Kondisi masyarakat yang terbalut keyakinan, budaya dan prespektif yang masih melekat menjadi hambatannya. Untuk mengetahui tantangan sosial budaya yang dihadapi guru disana, penelitian ini tidak hanya melibatkan guru dan siswa tetapi juga orang tua. “Melihat prespektif keseluruhan untuk mengetahui masalah central didalamnya,” tegasnya saat diwawancarai.
Tidak hanya itu, puji juga memaparkan bahwa buruknya kondisi perekonomian berdampak pada masa depan siswa. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, sebagian besar anak laki-laki tersebut bekerja sebagai nelayan. Namun, remaja perempuan mengalami hal sebaliknya, mereka dijodohkan setelah lulus sekolah dasar karena keadaan ekonomi yang buruk. Guru bahasa Inggris di wilayah ini menghadapi kendala serius dalam menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa karena kurangnya sumber daya pengajaran, media, paparan, distribusi buku pelajaran wajib, dan motivasi siswa. Hampir semua siswa tidak tertarik untuk belajar bahasa Inggris karena mereka menganggap itu hal yang tidak penting bagi kehidupan nyata mereka.
“Keyakinan dan keadaan masyarakat mungkin bertentangan dengan kebutuhan siswa untuk masa depan yang lebih baik. Mendidik masyarakat dianggap sama pentingnya dengan mendidik siswa sekolah untuk memperbaiki kondisi saat ini. Yang lebih penting lagi, kebijakan yang tepat harus dibuat untuk mendukung kemajuan pendidikan di daerah terpencil, termasuk pengajaran bahasa Inggris,” tuturnya. Dari semua pengalamannya, Puji juga mengajak dan berpesan kepada seluruh pembaca bahwa, “semua orang yang ditemui merupakan sumber belajar dalam kehidupan dan belajar apapun tidak akan pernah instan, semua butuh proses. Nikmatilah prosesnya dan gapailah apa yang telah diusahakan,” tutupnya. DnD